Press "Enter" to skip to content

Antara Kronologis dan Kronologi

Last updated on January 20, 2019

Dalam siaran-siaran televisi, lazim sekali kita mendengar kata ‘kronologis’. Biasanya itu muncul saat petugas kepolisian menjelaskan alur kejadian sebuah peristiwa. “Baik, saya akan menceritakan kronologis dari peristiwa pengeroyokan ini,” kata Kepala Divisi Humas Polda Provinsi Anu. Kalimat jenis demikian sering sekali mampir ke telinga kita, bukan?

Berita-berita tertulis pun tak ketinggalan. Ketika saya membuka mesin pencari dan mengetikkan kata kunci “kronologis peristiwa”, muncul misalnya judul berita “Kronologis Penaklukan Teroris di Mako Brimob” dari situs berita Metrotvnews.com. Ada pula “Kronologis Tank Tenggelam di Sungai Bogowonto Purworejo” dari Tribunnews.com. Bahkan tiga tahun silam di laman Facebook saya pernah mengunggah berita dari media sehebat Kompas.com yang memajang judul berita “Inilah Kronologis Pemotor yang Nekat Melawan Arus di Pasar Minggu”.

Jika pada berita-berita resmi yang ditulis para wartawan pun kata ‘kronologis’ digunakan dengan serampangan, apalagi di blog-blog yang dibuat oleh kalangan umum yang tidak cukup terlatih dalam perkara ketertiban berbahasa. Simak temuan-temuan Google pada baris-baris teratas:

“Kronologis Peristiwa Rengasdengklok Lengkap”; “Sejarah dan Kronologis Peristiwa G 30 S/PKI”; “Kronologis Proklamasi Indonesia Merdeka”; “Ini Kronologis Kejadian Viral Kapal yang Tenggelam di Selat Bali”; “Inilah Kronologis Pembunuhan Satu Keluarga di Kota Tangerang”.

Lantas, di mana masalahnya?

Sederhana saja. ‘Kronologis’ merupakan adjektiva alias kata sifat. Ia digunakan untuk menyifati sesuatu. Coba kita buka Kamus Besar Bahasa Indonesia dulu.

kro.no.lo.gis

a berkenaan dengan kronologi; menurut urutan waktu (dalam penyusunan sejumlah kejadian atau peristiwa)

Nah. Objek yang hendak disampaikan oleh Pak Kadiv Humas tadi semestinya bukan berkelas kata adjektiva, melainkan nomina (kata benda). Tidak logis untuk menempatkan adjektiva sebagai objek. Kita ambil contoh kasus lain:

Si Badu mau menyanyikan sebuah lagu yang indah.

Tolong jangan terfokus kepada nama Badu. Saya tahu nama itu terlalu legendaris sebagai contoh cerita di berbagai mata pelajaran sewaktu SD dulu kala hahaha. Namun perhatikan susunan kalimat di atas. Apakah yang akan dinyanyikan oleh Badu adalah “indah”-nya? Tentu bukan. Dengan demikian, tidak logis menuliskan kalimat “Si Badu mau menyanyikan indah.” Yang akan dinyanyikan Badu bukan “indah” (adjektiva) melainkan “sebuah lagu” (nomina), sedangkan lagu tersebut bersifat indah.

Dengan demikian, jika Pak Kadiv Humas hendak menyampaikan pernyataan yang memenuhi tuntutan nalar, semestinya bunyi kalimatnya adalah:

Baik, saya akan menceritakan kronologi peristiwa pengeroyokan ini.

Kata ‘kronologi’ pada kalimat di atas merupakan nomina. Kata sifatnya, yakni ‘kronologis’, dapat juga digunakan sebagai keterangan. Kalimatnya akan jadi begini:

Baik, saya akan menceritakan peristiwa pengeroyokan ini secara kronologis.

Semua paparan di atas masih mengandung persoalan, saya tahu itu. Sebuah kata yang pada dasarnya adjektiva masih memiliki kemungkinan untuk berfungsi sebagai objek. Akan tetapi, jika sudah masuk di kalimat dalam posisi sebagai objek, kata yang pada dasarnya merupakan kata sifat tersebut harus berubah menjadi nomina. Misalnya,

Si Badu mau menyanyikan “Indah”.

Kalimat semacam ini tidak mustahil, sepanjang kata “indah” di situ bukan berfungsi untuk menyifati, melainkan untuk menjalankan peran sebagai objek yang akan dinyanyikan. Artinya, “indah” adalah sebuah judul lagu, dan karena itu ia mesti ditulis dengan huruf pertama kapital.

Baik, saya akan menceritakan kronologis.

Kalimat demikian juga mungkin saja ada, meski agak ganjil bunyinya. Syaratnya, kata ‘kronologis’ berperan sebagai nomina, misalnya sebagai sebuah istilah yang akan diterangkan maknanya oleh Pak Kadiv Humas. Bisa juga Kronologis di situ merupakan sebuah judul novel, dan karena itu harus dituliskan dengan huruf kapital dan cetak miring.

Omong-omong, kalau ada novel judulnya Kronologis, saya jamin tidak akan membacanya apalagi membeli bukunya. Tampak sekali penulisnya sangat tidak ­kreatif dalam mencari judul.

Content Disclaimer

The content of this article solely reflect the personal opinions of the author or contributor and doesn’t necessarily represent the official position of Bahasa Kita.

error: Content is protected !!