Last updated on April 18, 2022
“Kok, kamu nggak pernah bilang lagi – aku cinta padamu ?” protes teman saya kepada suaminya. Suaminya cuma tertawa tergelak : “Itu kan ucapan yang cuma dipake di film doang. Kamu kan tahu betapa sayangnya aku sama kamu. Ngapain sih harus disebut-sebut. Kaya obral saja. Cinta itu ngak perlu diucapkan. Cukup dibuktikan !” Sang isteri yang kebetulan juga teman saya itu, dengan kesal menutup percakapan “Ah, dulu waktu jaman pacaran di kampus, perasaan aku …….. kamu sering deh ngomong kaya gitu”.
Anda, pasti pernah juga mendengar percakapan mirip seperti itu. Barangkali klise di telinga. Tapi begitulah, kata teman saya, kita bangsa yang ngak pernah percaya diri, termasuk terhadap perasaan sayang dan cinta yang kita rasakan. Kita bukan bangsa yang cukup ekspresif. Malah sedikit pemalu. Pernah, sekali saya diperkenalkan oleh teman saya, suami beliau, katanya : “Fi …. kenalin, ini my hubby….” Iseng saya tanya kepadanya, kenapa sih, ngak pake kata “suami” tetapi harus “hubby” ? Teman saya menjawab, konon hubby terasa lebih keren dan kelas dari pada suami. Saya jadi tertawa mendengarnya. Dalam kesempatan lain, teman saya yang pria, memperkenalkan isterinya, dan katanya “Fi ….. ini saya kenalkan, bekas pacar saya” Terasa banget, sepertinya malu untuk menyebut kata-kata isteri.
Mungkin benar juga, kalau kita seringkali malu-malu memperlihatkan rasa sayang kita. Ataukah, tidak ada kata dalam bahasa Indonesia yang cukup bagus, apik, indah dan mesra untuk mengkomunikasikan rasa sayang, kasih dan cinta kita. Aneh bin ajaib bukan ? Bahwa ungkapan sayang, kasih dan cinta juga harus ikut aturan jaman. Dua teman saya, mengalami fenomena ini. Suatu hari, istrinya memanggil teman saya dengan sebutan, “Didi”. Saya pikir nama teman saya yang gagah dan macho, telah diganti dengan “Didi”. Teman saya malu-malu menjawab bahwa “Didi” itu sebenarnya bahasa keren dari “Dear” yang telah diplesetkan. Biar terdengar halus, dan tidak ada yang tahu. Peristiwa lain, teman saya dipanggil pacarnya dengan sebutan “Cin”. Saya terbengong-bengong ketika mendengar bahwa “Cin” itu adalah singkatan dari Cinta.
Mestinya, rasa sayang, kasih dan cinta, di ekspresikan secara romantik dan utuh. Apa adanya, dengan ketulusan hati yang murni. Tapi entah kenapa, kita justru terjebak dalam keruwetan istilah dan merumuskan apa yang boleh disebut dan apa yang tidak boleh. Seolah ada kata-kata tertentu yang haram hukumnya. Padahal kata-kata itu sepenuhnya berbicara tentang sayang, kasih dan cinta kita.