Last updated on January 26, 2019
Inilah salah satu hal yang kita “perebutkan” dengan negeri tetangga—bahasa. Sebagian orang yang awam terhadap ilmu bahasa (linguistik) mungkin bingung. Apakah bahasa Indonesia dan bahasa Malaysia memang sama? Kalau pengguna kedua bahasa ini bisa saling mengerti tanpa mengikuti kursus bahasa asing dulu, mengapa tidak memakai nama yang sama saja—bahasa Melayu misalnya?
Hal pertama yang perlu dijelaskan adalah bahasa Indonesia merupakan bahasa nasional Republik Indonesia, sedangkan bahasa Malaysia merupakan bahasa nasional Malaysia. Umumnya, bahasa Indonesia digunakan di Indonesia, sedangkan bahasa Malaysia digunakan di Malaysia.
Tapi mengapa ada universitas di Korea Selatan yang membuka jurusan bahasa Malaysia-Indonesia? Mengapa ada universitas di Amerika Serikat yang membuka jurusan bahasa Melayu, bukan bahasa Malaysia saja atau bahasa Indonesia saja?
Sebagai langkah pertama untuk memahami fenomena ini, mari kita simak kata-kata Harimurti Kridalaksana berikut ini.
Dari sudut intern linguistik, bahasa Indonesia merupakan salah satu varian historis, varian sosial, maupun varian regional dari bahasa Melayu. Dikatakan varian historis karena bahasa Indonesia merupakan kelanjutan dari bahasa Melayu, bukan dari bahasa lain di Asia Tenggara ini. Dikatakan varian sosial karena bahasa Indonesia dipergunakan oleh sekelompok masyarakat yang menamakan diri bangsa Indonesia, yang tidak sama dengan bangsa Malaysia atau bangsa Brunei yang mempergunakan varian bahasa Melayu lain. Dikatakan varian regional karena bahasa Indonesia dipergunakan di wilayah yang sekarang disebut Republik Indonesia (1991 : 2).
Menurut saya, hal yang sama dapat diterapkan pada bahasa Malaysia. Bahasa Malaysia merupakan salah satu varian historis, varian sosial, maupun varian regional dari bahasa Melayu. Jadi, baik bahasa Indonesia maupun bahasa Malaysia hanyalah varian bahasa, bukan dua bahasa yang berbeda. Mereka hanya varian—masih bersaudara.
Mengapa bahasa Melayu? Bahasa Melayu mempunyai sejarah yang panjang sebagai lingua franca (1991: 196) atau bahasa penghubung di daerah yang sekarang menjadi wilayah Indonesia, Malaysia, Singapura, dan Brunei Darussalam. Itulah mengapa bahasa Melayu menjadi bahasa nasional di keempat negara tersebut.
Mengapa Indonesia dan Malaysia bersikeras menggunakan kata bahasa, padahal sebenarnya keduanya hanya menggunakan varian bahasa Melayu? Baik Indonesia maupun Malaysia merasa perlu memisahkan identitas bahasa nasionalnya dari bahasa Melayu di negara lain. Seperti yang dikatakan oleh Harimurti Kridalaksana (2005: 6), bagi kelompok-kelompok sosial tertentu, bahasa tidak sekadar merupakan sistem tanda, melainkan sebagai lambang identitas sosial. Dengan demikian, jelas terlihat bahwa bangsa Indonesia tidak ingin mempunyai identitas sosial yang sama dengan bangsa lain yang juga menggunakan bahasa Melayu, begitu pula bangsa Malaysia.
Namun bagaimanapun juga, bahasa Indonesia dan bahasa Malaysia berakar dari bahasa yang sama, yaitu bahasa Melayu yang digunakan di Kepulauan Riau-Lingga dan pantai-pantai di seberang Sumatra (Steinhauer, 1991: 195). Itulah mengapa bahasa Indonesia dan bahasa Malaysia mempunyai dasar-dasar yang sama. Maka, tidaklah mengherankan jika ada universitas yang menggabungkan bahasa Indonesia dengan bahasa Malaysia ke dalam satu jurusan/departemen.
Hal yang harus diperhatikan adalah sebagai varian sosial dan varian regional, bahasa Indonesia dan bahasa Malaysia digunakan oleh kelompok orang yang berbeda dan di tempat yang berbeda. Perkembangan bahasa Indonesia dipengaruhi oleh perkembangan bangsa Indonesia dan apa yang terdapat dan terjadi di Indonesia sendiri. Begitu pula bahasa Malaysia.
Dengan demikian, dari tahun ke tahun, perbedaan antara bahasa Indonesia dengan bahasa Malaysia semakin besar. Bagaikan saudara yang diasuh di rumah berbeda, bukan tidak mungkin kedua bahasa ini tidak saling mengenal lagi ketika sudah tua nanti.
Referensi:
Kridalaksana, Harimurti. “Bahasa dan Linguistik,” Pesona Bahasa: Langkah Awal Memahami Linguistik. ed. Kushartanti, Untung Yuwono, dan Multamia RMT Lauder. Jakarta: Gramedia, 2005.
“Pendekatan tentang Pendekatan Historis dalam Kajian Bahasa Melayu dan Bahasa Indonesia,” Masa Lampau bahasa Indonesia: Sebuah Bunga Rampai. ed. Harimurti Kridalaksana. Yogyakarta: Kanisius, 1991.
Steinhauer, H. “Tentang Sejarah Bahasa Indonesia,” Masa Lampau bahasa Indonesia: Sebuah Bunga Rampai. ed. Harimurti Kridalaksana. Yogyakarta: Kanisius, 1991.