Last updated on January 20, 2019
Beberapa waktu yang lalu saya membaca sebuah tulisan di sebuah blog. Isinya tentang keluh kesah si penulis blog ketika mengunjungi alun-alun Kabupaten Trenggalek. Di bawah kepemimpinan Bupati Trenggalek, alun-alun yang sebelumnya tidak berungsi secara masimal kini diubah total menjadi ruang terbuka hijau dengan fasilitas lengkap, seperti taman, amphitheatre, sejumlah fasilitas olahraga serta berbagai sarana dan prasarana pendukung lainnya. Langkah ini dilakukan untuk mendukung terciptanya kota baru perdagangan, jasa dan pariwisata pesisir.
Kini Alun Alun Kota di Trenggalek telah menjadi salah satu tempat wisata yang ramai dikunjungi oleh wisatawan pada hari biasa maupun di hari libur. Namun penulis merasa ada hal yang masih perlu dibenahi lagi. Penulis menemukan ada yang tidak sinkron antara peraturan dengan penerapan di lapangan, yaitu mengenai fasilitas parkir di seputar alun alun. Menurut penulis alun-alun kota Trenggalek memiliki dua lokasi tempat parkir, satu di sebelah barat alun-alun dan satu di sebelah timur alun-alun. Hanya saja, di sebelah timur alun-alun terdapat papan bertuliskan KAWASAN BEBAS PARKIR yang dikeluarkan oleh Pemkab Trenggalek. Rupanya ketika sang penulis parkir di situ, dia didatangi orang yang menagih uang parkir.
Merasa ada yang harus diluruskan maka si penulis bertanya “Pak itu ada tulisan bebas parkir, kenapa kok mbayar?”. Orang yang ditanya lalu menjawab, “Iya Mas, yang bebas itu parkirnya, tapi tempat yang digunakan parkir tetap mbayar, kalau nggak mau bayar sampean parkirnya agak sana (menunjuk lokasi pinggir jalan raya) biar enak dibedakan mana yang mbayar dan mana yang tidak.”
Si penulis berpendapat, jika ada papan yang bertuliskan BEBAS PARKIR dan ternyata kita diharuskan tetap membayar parkir ketika parkir di situ, maka hal ini perlu tindakan tegas, jangan sampai peraturan yang dikeluarkan Pemkab Trenggalek hanya sebatas hiasan papan saja.
Kata bebas parkir sering diartikan orang ‘dibebaskan dari pembayaran parkir’. Bebas parkir artinya ‘dilarang berparkir’ (no parking). Jadi artinya wilayah di sebelah timur alun-alun kota Trenggalek itu bukan wilayah untuk parkir. Sama halnya ketika kita berada di kawasan BEBAS ROKOK. Artinya di kawasan itu tidak boleh ada rokok dan kita dilarang merokok di situ.
Saya tidak tahu apa yang diinginkan oleh Pemkab Trenggalek sehubungan dengan peruntukan wilayah di sebelah timur alun-alun kota Trenggalek . Jika Pemkab Trenggalek ingin menyatakan bahwa kita tidak perlu membayar uang parkir sebaiknya dipakai kata PARKIR GRATIS atau PARKIR CUMA-CUMA (free parking). Sebaliknya jika di wilayah itu orang dilarang parkir, mungkin lebih baik digunakan kata DILARANG PARKIR yang lebih dimengerti oleh banyak orang. Namun sudah saatnya pula kita memahami apa arti kata BEBAS PARKIR.
Referensi:
Petunjuk Praktis Berbahasa Indonesia, Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional Jakarta, 2000
Sumber