Last updated on March 31, 2022
Dalam bahasa kita sehari-hari, kita memakai verba berubah dan mengubah dengan berselang-seling. Bentuk berubah berhubungan dengan subjek saja, seperti dalam cuaca dan iklim berubah, air mukanya berubah. Maknanya di sini cuaca, iklim, dan air muka menjadi lain dan berbeda dari keadaan semula. Penyebabnya dari dalam, atau tidak diketahui, atau tidak dikenal karena tidak dianggap penting.
Ada sejumlah konstruksi verba berubah yang ditambah keterangan yang merupakan idiom: berubah akal dengan makna ’gila’ dan berubah mulut ’ingkar janji’. Ungkapan itu disebut idiom karena maknanya tidak dapat dijabarkan dari makna harfiahnya.
Bentuk verba mengubah bertalian dengan subjek dan objek. Ada yang mengubah dan ada yang diubah, penyebabnya dapat dikenal, diketahui, atau dirunut. Beberapa contoh: mengubah teks Undang-Undang Dasar, mengubah warna dinding kamar itu. Bentuk berubah dan mengubah masing-masing mempunyai paradigma yang berbeda. Paradigma di sini diartikan pola dengan sejumlah kata yang mempunyai bentuk dasar yang sama. Untuk bahasa Melayu di Malaysia, Singapura, dan Brunei Darussalam serta bahasa Indonesia di Indonesia dan Timor Leste, paradigma verba berubah terdiri atas peubah ’yang berubah’ dan perubahan ’keadaan atau kejadian berubah’, sedangkan paradigma verba mengubah berunsur pengubah ’yang mengubah’, pengubahan ’perbuatan atau proses mengubah’, dan ubahan ’hasil mengubah atau yang diubah’.
Kedua paradigma itu memiliki daya terap yang luas dan mampu membedakan dengan cermat makna kata dengan afiks per-an dari kata dengan afiks peng-an.
Contohnya Jakarta berubah dengan pesat bertalian makna dengan Perubahan Jakarta yang pesat, MPR mengubah Undang-Undang Dasar kita bertalian makna dengan Pengubahan Undang-Undang Dasar kita oleh MPR. Jadi, bukan perubahan Undang-Undang Dasar. Undang-undang dasar diubah dan tidak berubah dengan sendirinya. Hasil mengubah konstitusi itu ialah ubahan. Ubahan konstitusi itu disebut juga amandemen, amendment (Inggris) yang menjadi sumber penyerapan padanan Indonesianya.
Amend sebenarnya bermakna ’mengubah untuk mengoreksi, atau memperbaiki sesuatu’. Untuk makna yang terakhir ini dalam bahasa kita sebenarnya tersedia verba pinda dengan paradigma meminda, peminda, pemindaan, dan pindaan. Jadi, kita dapat berbicara tentang pindaan pertama, pindaan kedua, dan seterusnya.
Dengan menerapkan paradigma di atas, daya ungkap bahasa Indonesia masa kini dapat kita cermatkan. Melindungi kaum duafa bertalian dengan pelindungan kaum duafa, sedangkan Kami berlindung di tempat aman bertalian dengan Tempat aman itu perlindungan kami.
Kita harus bersyukur bahwa peranti bahasa kita memungkinkan kita berbicara tentang perairan ’tempat berair’ dan pengairan ’tindakan mengairi’; permukiman ’tempat bermukim’; dan pemukiman ’proses memukimkan’. Kita memakai bentuk pernikahan dan perkawinan karena di masa lampau orang dikatakan bernikah dan berkawin. Akhirnya perlu diluruskan paradigma berdosa dan bertobat yang bertalian dengan pedosa (bukan pendosa) dan perdosaan serta petobat (bukan pentobat) dan pertobatan.
KOMPAS, 8 Okt 2010. Anton M Moeliono Pereksa Bahasa: Guru Besar Emeritus Linguistik Universitas Indonesia.