Last updated on January 20, 2019
Menulis di BahasaKita.com ternyata menyenangkan sekali. Beberapa kawan berkali-kali mengomunikasikan pertanyaan-pertanyaan kebahasaan kepada saya. Tentu saya senang sekali menjawabnya, meski tetap dalam kerangka sikap bahwa saya sama sekali bukan seorang ahli bahasa. Bahasa adalah semata hobi untuk saya, dan saya pun akan berbahagia jika kita bisa menjadikannya kegembiraan bersama-sama.
Salah satu kawan yang mencolek saya terkait obrolan kebahasaan itu adalah Bang August Daulat. Dia mempersoalkan pemakaian kata prabayar dan pascabayar yang tidak jelas.
Bahwa kedua kata itu membingungkan, saya sangat sepakat. Repotnya, kedua kata itu telanjur berterima, dipahami oleh masyarakat penutur bahasa Indonesia, dan dinobatkan sebagai dua lema resmi di dalam KBBI.
Di sinilah kebingungan saya timbul. Saya termasuk orang yang tidak ingin terlalu terjebak dalam teori dan hukum-hukum kebahasaan. Bagi saya, lebih enak kalau logikalah pegangan kita. Malangnya, secara logis, keberterimaan sebuah kata dalam bahasa pun merupakan salah satu dasar untuk mengakui kata tersebut. Secara mudahnya, asal suatu kata berhasil menjalankan fungsi komunikasi karena telah disepakati bersama, ia tak bisa dianggap salah.
Nah, kasus prabayar dan pascabayar ini membuat saya meragukan kembali “sikap politik” itu tadi. Begini, penjelasannya.
Kita semestinya sudah tahu bahwa kata prabayar diambil dari bahasa Inggris prepaid, dan pascabayar dari postpaid. Saya bodoh sekali dalam bahasa Inggris, sehingga tidak tahu bagaimana penjelasan logisnya. Yang jelas kita paham bahwa prepaid berarti kita membayar dulu baru menggunakan, dan postpaid berarti kita menggunakan dulu baru membayar.
Masalah datang ketika kedua kata berbahasa Inggris itu diterjemahkan dengan prabayar dan pascabayar. Kita semua sudah paham bahwa pra- bermakna ‘sebelum’, dan pasca- berarti ‘sesudah’. Hasilnya, kata prabayar tentu saja berarti ‘sebelum membayar’ dan pascabayar berarti ‘setelah membayar’.
Nah, itu semua tidak klop dengan praktik yang dimaksudkan. Sebabnya, dalam sistem prabayar kita tidak menggunakan produk sebelum membayar, melainkan sesudah membayar. Begitu pula dalam pascabayar, kita tidak menggunakan produk setelah membayar, melainkan sebelum membayar. Walhasil, antara istilah dan praktik justru berlangsung secara bertolak belakang.
Saya pribadi berpendapat bahwa sebenarnya itu tak perlu menjadi masalah sepanjang istilah-istilah itu “sendirian saja” dan tidak menemukan aneka pembandingnya (semacam kata-kata irregular, kalau dalam tata bahasa Inggris). Repotnya, pembandingnya banyak. Penggunaan awalan pra- dan pasca- begitu melimpah dalam perbincangan kita. Pranikah, pascasarjana, pascatrauma, prasekolah, prajabatan, pascakemerdekaan, pascakehamilan, pascaperceraian, pra-Reformasi, dan sebagainya.
Contoh-contoh kata di atas itu seragam semua dalam memaknai pra- dan pasca-. Pra-Reformasi ya sebelum Reformasi, prakelahiran ya selama bayi masih di dalam kandungan, pascasarjana ya jenjang pendidikan setelah seseorang lulus strata 1.
Di sinilah kita harus mengakui bahwa prabayar dan pascabayar menyempal sendiri, dan rentan membuat publik penutur didera kebingungan. Jika situasi ini terus dibiarkan, bukan mustahil akan selalu terjadi kerancuan dalam komunikasi yang berjalan di antara kita saat menggunakan pra- dan pasca-. Belum lagi bagaimana anak-anak kita akan mengalami kebingungan saat mereka mulai mendapatkan pelajaran bahasa Indonesia, juga bagaimana orang-orang asing akan pusing kepala karena tak kunjung mampu memahaminya.
Pada kondisi seperti inilah, saya lebih setuju jika kedua kata tersebut ditertibkan. Tidak perlu dengan membaliknya sehinga prabayar = postpaid dan pascabayar = prepaid, sebab langkah seperti itu akan menumbuhkan masalah baru. Sebagai gantinya, kita bisa menentukan istilah yang sama sekali lain.
Anda punya ide? Bagaimana kalau misalnya, hmm, prabayar diganti dengan “badu”, dan pascabayar diganti dengan “bakang”? Badu singkatan dari ‘bayar dulu’, dan bakang dari ‘bayar belakang’? Menarik, tidak? Tidak? Ya sudah, saya ikut saja usulan istilah baru dari Anda, yang penting harus diganti hehehe.
(IAD)
Content Disclaimer
The content of this article solely reflect the personal opinions of the author or contributor and doesn’t necessarily represent the official position of Bahasa Kita.