Last updated on January 20, 2019
Pada hari-hari ini, ternyata bukan cuma kejadian politik yang membikin berisik. Dunia kesehatan pun tak ketinggalan. Satu yang saya baca terakhir kali adalah tentang susu kental manis.
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) telah memutuskan bahwa susu kental manis yang beredar di pasaran selama ini bukanlah susu! Lucu, kan? Susu, tapi bukan susu hehehe.
Alasan yang mendasari keputusan tersebut adalah lebih banyaknya kandungan lemak dan gula pada susu kental manis ketimbang kandungan proteinnya. Padahal, kalau kita bicara persusuan, unsur protein ini vital. Pendek kata begitu, silakan informasi selengkapnya Anda telusuri sendiri.
Apa yang bisa kita lihat dari sudut pandang kebahasaan? Ya, dulu waktu SMP, Anda boleh saja meremehkan pelajaran Bahasa Indonesia, karena pelajaran itu relatif tidak sesulit Matematika. Namun sekarang kita paham bahwa kekuatan bahasa telah mampu menyesatkan persepsi kita dalam waktu yang sangat lama!
Coba Anda baca unsur-unsur yang terkandung di dalam produk susu kental manis. Kalau pabrik mereka tidak ngawur, tentulah mereka menuliskan apa adanya. Artinya, tidak ada “dusta ilmiah” yang mereka lakukan. Wilayah ilmiah pada kemasan mereka terletak pada kotak ingredients itu, bukan?
Maka, satu-satunya dusta yang mereka lakukan adalah “dusta bahasa”, yaitu dengan menyebut produk mereka sebagai susu kental manis. Otomatis orang akan mengira itu susu betulan.
Dusta atau minimal kelakuan berbahasa yang sembarangan seperti itu tidak cuma dilakukan oleh pabrik susu kental manis. Ingat, bagaimana merek Teh Botol diletakkan di kotak berbahan kertas. Ingat juga mi instan goreng yang sesungguhnya hanyalah mi rebus yang dibuang airnya hahaha! Bukankah tidak ada pemalsuan informasi di wilayah ilmiah yang mereka lakukan, namun sejenis manipulasi bahasa mereka jalankan?
Oh ya. Khusus susu kental manis ini efeknya semakin menimbulkan “kegelian linguistik”. Karena BPOM melarang produk (yang semula disebut) susu kental manis menggunakan kata “susu” di kemasannya, gagaplah semua orang. Beberapa produsen dengan culun sekadar menghapus kata “susu”.
Hasilnya, beredarlah produk-produk “kental manis putih” dan “kental manis cokelat”. Ini amburadul. Kental adalah kata sifat. Manis juga kata sifat. Kedua kata sifat itu diletakkan begitu saja untuk mengistilahi sebuah produk. Apanya yang kental? Apanya yang manis? Tidak jelas. Mungkin kalengnya hehehe.
Beruntung, masih ada beberapa produsen yang agak peka berbahasa, sehingga mengganti kata susu dengan minuman. Nama produk mereka pun jadi “minuman kental manis putih” dan “minuman kental manis coklat”.
Masalahnya, produk minuman yang bersifat kental dan manis ada banyak, bukan cuma susu. Eh, maaf, itu bukan susu, ya. Maksud saya, akan muncul kerumitan dalam melakukan identifikasi, karena produk minuman yang bersifat kental dan manis bukan cuma benda-itu-yang-dilarang-menyebut-diri-susu-itu-lho.
Dari kasus ini saja kita sudah bisa mempelajari satu hal mendasar dalam bahasa, yaitu satu istilah dalam sebuah bahasa akan berlaku hanya jika disepakati oleh konvensi para penutur bahasa tersebut. Masyarakat penutur bahasa Indonesia selama ini telah bersepakat bahwa “itu” disebut susu kental manis. Maka, ketika pemegang otoritas melarang penyebutan demikian, kita pun bingung hendak menyebutnya apa.
Adakah usulan? Susu-susuan kental manis, mungkin?
(IAD)
Content Disclaimer
The content of this article solely reflect the personal opinions of the author or contributor and doesn’t necessarily represent the official position of Bahasa Kita.